Sabtu, 26 Maret 2011

no title

Dia: Yang fana adalah waktu. Kita abadi kawan. Memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa. “Tapi yang fana adalah waktu bukan?”, tanyamu. Kita abadi.

Aku: Kita abadi karena aku dan kamu. Jika hanya seorang aku tidak akan abadi.

Dia: Aku bisa abadi jika aku memiliki ‘eksistensi’. Dan aku akan rapuh jika tidak memiliki ‘eksistensi’. Siapa yang dapat menangkap eksistensi ku? Ya orang lain. Hmm… boleh juga.

Aku: Ya, eksistensi. Eksistensi yang mengandung kesan berarti bisa dijadikan alasan untuk selalu dikenang kemudian abadi.

Sabtu, 19 Maret 2011

di tempat dimana orang bekerja cuma pake celana dalam

Tidak pernah terbesit sekalipun di benak saya, ada pekerjaan yang bersentuhan dengan air selain pasukan katak, nelayan, nahkoda, dan pemberi makan ikan di seaworld. Ternyata ada sebuah pekerjaan yang sangat dekat dengan air, yaitu penambang pasir.
Hunting foto hari ini (06/03) bersama teman-teman fotografi UKM Kesenian, di sungai area penambangan pasir, desa Ambulu, saya menyaksikan secara langsung proses penambangan pasir. Ketika pertama kali tali tiba di tempat, terlihat truk-truk diesel pengangkut pasir berseliweran melewati jalan sempit dan becek yang di kiri dan kanannya terdapat pohon bambu.
Saya sempat tidak nyaman dengan pemandangan yang ada, karena para penambang pasir disini berbusana minim saat “beraksi” di sungai. Keseluruhan penambang adalah seorang pria dewasa yang kira-kira sebagian besar dari mereka sudah berkeluarga, mungkin hanya beberapa saja dari mereka yang masih bujang. Dari perasaan yang tidak nyaman itu, saya tidak langsung bergegas jeprat-jepret, kemudian saya mencoba berbincang dengan seorang pria paruh baya yang sedang duduk di tepi sungai, ia berpakaian lengkap tidak seperti penambang yang sedang “beraksi”. 
“Lho bapak tidak kerja to?”, saya membuka dialog.
“Lagi istirahat mbak”, jawabnya singkat.
Kemudian rasa tidak nyaman perlahan hilang dan saya beranjak dari tempat ngobrol dengan pria paruh baya tersebut.
Sebagian dari mereka merasa tidak nyaman dengan keberadaan kami, mereka sempat mengira kami adalah intel yang menyamar, wartawan dan beberapa macam kecurigaan lain. Kecurigaan mereka cukup beralasan, karena dalam rutinitas proses kerja tidak pernah dihampiri beberapa gerombolan anak muda membawa kamera. Setelah kami meluruskan bahwa kami mahasiswa UNEJ, mereka mulai bisa menerima keberadaan kami.
Mereka tidak sedang bermain air di sungai..
Mereka memang tampak seperti anak kecil yang sedang bermain di sungai, dengan hanya mengenakan celana dalam dan terkadang mereka terlihat sedang bercanda dengan pekerja yang lain untuk sekedar melepas penat. Alasan mereka hanya memakai celana dalam adalah agar tidak “berat” saat menyelam, bila sulit membayangkan deskripsi saya tentang penampilan penambang yang sedang bekerja, tonton saja film The God Must be Crazy, penampilan mereka tidak beda jauh, yang membedakan adalah dalam film bersetting di gurun Kalahari di Afrika yang panas, sedangkan para penambang berada di sungai dengan dibumbui terik matahari.
Mereka tidak sedang bermain, mereka sedang bekerja. Dengan membawa benda seperti timba dari seng yang permukaannya dilubangi agar air bisa terpisah dari pasir yang berhasil diambil. Timba dari seng untuk mengambil rupiah dari dasar sungai.
Perut six-pack tanpa fitness..
Perawakan penambang kekar, terdapat six-pack di perut dan berkulit legam. Bagaimana tidak, mereka bekerja di bawah terik matahari  dan dengan mengandalkan kemampuan menyelam. Mungkin banyak pekerjaan yang harus berjibaku dengan terik matahari dan air, tetapi para penambang harus bertarung melawan derasnya arus sungai, menyelam ke dasar sungai yang berwarna coklat pekat keruh untuk mengambil pasir, mengangkatnya menuju tepi sungai, menaiki tangga untuk mencapai bagian belakang truk kemudian menumpahkan pasir ke dalamnya. Proses tersebut dilakukan terus menerus setiap hari, dari jam 6 pagi hingga menjelang ashar.
Mereka menyeletuk..
Mereka bekerja dan saya memotret. Ditengah-tengah proses pengambangan pasir, mereka sesekali bercanda satu sama lain. Salah satu dari mereka menyeletuk “Nduk..ayo kene tak pek mantu”, saya hanya tersenyum tanpa membalas pernyataan mereka. Adapula yang menyeletuk “Nduk kok nyenengne eram to? Ngene iki wes sepet nyawang bojo ndek omah” timpal salah seorang penambang lain. Lagi –lagi saya hanya membiarkan celetukan itu berlalu.

bersambung....

Kamis, 10 Maret 2011

cuma pengen ngomong

“Orang paling dekat dengan mu ialah orang yang paling potensial jadi musuh mu”.
Saya mengamini pernyataan tersebut.
Kemudian saya berfikiran menjadi orang introvert, apatis, cuek dan sebangsanya adalah pilihan terbaik. Setidaknya saya akan lebih berhati-hati.
Memikirkan hal-hal yang lebih prinsipil untuk hidup saya pribadi.
Jika dalam dunia politik terdapat istilah golput untuk orang yang tidak mengeluarkan suara, maka saya akan memilih keberpihakan terhadap pihak netral agar tidak disebut golput.
Saya semakin tidak yakin percaya terhadap sembarang orang, walaupun saya tau, saya bukan tipe orang yang pandai menyembunyikan perasaan.
Disisi lain hari-hari masih terus berjalan. Mulai saat ini saya tidak akan membiarkan hal-hal yang tidak prinsipil mengganggu pikiran saya.
Tidak ada yang perlu disesali, apa lagi dikecewakan. Hey, Tuhan sedang meperingatkan saya.
Saya harus bisa menjaga semangat saya tetap hangat.
Untuk dua orang yang selalu mendorong dan mendoakan saya dari kejauhan.

terima kasih

Terima kasih Tuhan atas pagi hari yang indah, walaupun kuliah jam setengah enam tadi pagi yang sangat menyiksa ini saya tidak mandi.
Terima kasih Tuhan atas berkah mu yang sangat melimpah, walaupun terkadang saya lupa dan ingin ini itu.
Terima kasih Tuhan atas orang tua saya yang serba pengertian, sangat demokratis dan fleksibel, walaupun hingga saat ini saya masih begini-begini saja.
Terima kasih Tuhan atas berbagai macam orang disekitar ku yang membuat saya tau hidup itu tidak untuk diri sendiri.
Terima kasih Tuhan atas masalah masalah yang mampir dalam hari-hari saya, membuat saya belajar dan semakin tau.
Terima kasih Tuhan karena tak Kau beri dia sekarang. Saya tau pasti ada tapi tidak sekarang kan? sehingga saya terus mempunyai harapan.
Terima kasih Tuhan atas perbedaan di dunia ini, adanya dua sisi yang saling menyeimbangkan.
Terima kasih Tuhan atas keyakinan mu, walaupun saya masih bandel.
Terima kasih Tuhan karena membuat saya terus berjalan menaiki anak tangga yang saya sebut kehidupan.
Terima kasih Tuhan atas kedamaian hidup, terima kasih membuat saya mengucapkan terima kasih, karena kedamaian adalah milik orang yang mau mengucapkan terima kasih.
Terima kasih atas segala yang ada di dunia ini.
10 Maret 2011